0 Viewers

Tuesday 13 August 2019

Sendiri

GEMA TIGA
Pahit
           
            Angin malam yang tenang dan dingin berhembus menerpaku. Rambut kepala yang sudah mulai panjang dan tidak tertutup topi, bergerak menyentuh leherku. Hmm…geli sekaligus dingin. Sepertinya aku perlu mencukur rambutku yang sudah mulai panjang. Aku menengadah dan memperhatikan keadaan langit apakah mendung atau cerah. Duduk sendiri di tengah malam pukul 03.05, di salah satu bundaran taman kota, membuatku merenung. Kilasan kenangan kejadian, bayanganmu dan semua tentang kita, seakan diputar kembali di dalam otak kecilku.
Aku masih belum dapat melupakan kata-kata terakhirmu kepadaku tadi malam sebelum aku memutuskan pergi. “Jangan engkau ganggu privasiku, aku tidak suka. Bukankah antara kita sudah tidak ada hubungan lagi?” engkau berkata setengah berteriak sambil berjalan menjauh dan menutup pintu kamar tidur. Terdengar suara kunci pintu menutup lubang kunci. Sesaat kemudian hening. Aku menanggapinya dengan dingin saja. Tidak kusangka, engkau akan mengatakan itu. Bahkan aku pun sudah lama tidak mengganggu privasimu. Tapi entah alasan apa, yang menyebabkan dirimu mengatakan itu kepadaku. Aku sudah lelah untuk memikirkannya.
Aku segera mengambil kunci mobil, mempersiapkan segala keperluanku untuk pergi malam ini. Sebagian kebutuhan mandi, pakaian dan pelengkapnya segera kukemasi kedalam tas kecil. Aku tidak marah. Aku tidak kalut. Aku tidak bingung. Aku sadar. Bahkan penuh kesadaran, saat aku memutuskan untuk pergi meninggalkanmu malam ini. Bukan karena aku tidak suka dengan perlakuanmu padaku. Bukan. Aku pergi karena aku menghormatimu lebih di atas segala-galanya. Aku tidak ingin dirimu semakin terbebani dengan kehadiran fisikku yang penuh cacat dan hina ini. Aku tidak ingin dirimu terusik dengan ingatan dan kenangan tentang diriku yang selalu mengganggumu dengan ocehan dan kenangan tak bermakna dariku. Biarlah aku yang pergi. Bukan untuk menunjukkan siapa yang menang dan siapa yang kalah. Bukan untuk membuktikan siapa yang benar dan siapa yang salah. Semuanya hanya karena aku menghormati dirimu lebih di atas segala-galanya. Itu saja. Tidak kurang dan tidak lebih.
Dua puluh tahun adalah waktu yang cukup lama bagiku untuk menyadari bahwa aku adalah beban yang mengganggu hidup dan waktumu. Sekarang saatnya engkau melangkah dan memulai hidupmu yang baru. Jangan ragu. Aku tidak akan mengganggumu lagi. Selamanya. Sudah cukup banyak kenangan yang sudah kukumpulkan denganmu selama dua puluh tahun ini. Biarlah kenangan ini yang akan menemaniku di setiap langkahku ke depan. Mulai sekarang aku sudah meyakinkan diriku sendiri, untuk tidak melihat kebelakang lagi. Keberhasilanmu jauh lebih bermakna bagiku daripada keberhasilanku sendiri. Maafkan aku Sayang jika aku tidak bisa melihat kebahagiaanmu yang berikutnya. Engkau pasti tahu, bahwa sebetulnya aku sangat ingin menyaksikannya. Tapi engkau juga tahu, kalau itu tidak mungkin.
Masih di sudut taman ini, semua kenangan diputar lagi di dalam otak kecilku. Semakin banyak kenangan yang diputar, maka semakin banyak pula penyesalanku yang tidak dapat memperbaiki setiap kesalahanku di masa lalu. Ahh...bukannya memang waktu tidak dapat diputar kembali. Lantas mengapa aku menyesalinya. Bukankah seharusnya aku mensyukurinya. Bersyukur, karena aku dapat belajar dari kesalahanku dulu dan berusaha untuk tidak mengulanginya.
Angin malam masih saja dingin. Aku masih saja sendiri. Waktu sudah menunjukkan pukul 04.05. satu jam telah berlalu. Tapi aku masih menikmati kesendirianku. Entah kenapa. Aku juga berusaha meyakinkan diriku untuk mampu kembali melihat dirimu di malam-malam berikutnya. Walaupun permintaan hati ini mengatakan tidak.
Aku sudah berjanji untuk tidak akan menyesali kepergianku. Aku sudah melangkahkan kakiku. Aku enggan untuk kembali. Entah kapan aku akan memutuskan untuk berhenti menjauh darimu. Berhenti dari keinginan untuk menciptakan kenangan baru denganmu. Aku belum bisa memutuskan. Biarkan saja seperti ini dulu Sayang.
           
Aku pernah mencintai seseorang sampai gila. Apa yang disebut gila, bagiku hanyalah satu-satunya cara untuk menunjukkan cinta.”
-(F. Sagan)-

No comments:

Post a Comment