Rasa cinta terkadang
menjadi misteri bagi beberapa orang. Sebab senyawa yang bernama cinta memiliki
tiga unsur pembentuknya, yaitu kepercayaan, ketulusan dan takut kehilangan. 3
unsur dari beberapa unsur lainnya yang terkadang masih membuat beberapa orang
mempertanyakan keabsahan formulanya.
Prahara cinta dan
tragedi cinta sering ditampilkan dalam sinetron televisi yang banyak menguras
airmata kesedihan dan akhir yang bahagia. Dalam beberapa serial televisi bahkan
ada yang dibuat hingga berseri, hanya untuk menyuguhkan akhir bahagia dari
unsur kepercayaan sebuah cinta.
Pernah membaca
novel Romeo dan Juliet karangan William Shakespeare? Atau yang lebih baik lagi,
jika pernah melihat film layar lebarnya dengan judul yang sama karya Sutradara
Baz Luhrmann. Romeo yang benar-benar jatuh cinta pada seorang sosok Juliet,
tanpa syarat, penuh unsur kepercayaan, ketulusan dan takut kehilangan diantara
keduanya, terlihat begitu menguras emosi dan membuat penonton terhanyut,
seakan-akan kitalah sang Romeo yang sedang mengejar cinta sang Juliet.
Tapi ingat bahwa
itu hanya novel, yang belum tentu mewakili secara keseluruhan unsur cinta dalam
diri kita. Saat cinta dikhianati, kemana kepercayaan dan ketulusan itu pergi?
Pergi ke senyuman dan perhatian orang lain? Atau malah memudar perlahan dalam
keheningan?
Kadang saat unsur cinta itu mulai
bias dalam indera perasa dan peraba kita, maka saat itulah sebenarnya cinta itu
mulai meleleh dan melebur dari unsur sejatinya. Berubah menjadi unsur atom
terkecil yang akan bergabung dengan proton orang ketiga atau elektron
pengganti.
Kehadiran orang
ketiga yang sebenarnya menjadi unsur asing dalam senyawa cinta, bisa menjadi pelengkap
terbaru dari senyawa cinta itu sendiri. Perhatian dan empati, menjadi salah
satu pintu untuk masuknya orang ketiga. Mungkin pada awalnya terasa biasa untuk
menerima perubahan unsur itu. Tapi seiring berjalannya waktu, sesuatu yang
telah biasa itu dapat mengubah senyawa cinta menjadi senyawa baru yang bernama
cinta segitiga.
Dari yang awalnya
hanya sebatas mengirim pesan teks, kemudian meningkat menjadi pesan suara
kemudian pesan gambar dan puncaknya akan berkirim pesan video.
Pelajaran bagi kita
yang berusaha mempertahankan senyawa cinta, terkadang tidak bisa kita landaskan
pada unsur pembentuknya. Sebab kepercayaan tidak akan tumbuh dalam hati yang
saling menghujat, saling berbohong dan saling menghina.
Ketulusan juga
tidak dibangun diatas pondasi rasa ingin menang sendiri dan acuh tak acuh. Tapi
unsur kepercayaan hanya bisa dibangun dengan simpati, empati dan saling
menghormati.
Jika unsur
kepercayaan dan ketulusan sudah kita dapatkan, tinggal unsur terakhir, yaitu
takut kehilangan, yang bisa menjadi penyeimbang dalam senyawa yang bernama
cinta ini.
Terserah kita, akan
bagaimana kita memperlakukan senyawa yang bernama cinta ini, apakah akan kita
taruh dalam wadah kesetiaan? Ataukah akan kita taruh pada pigura dengan bingkai
saling percaya dan keyakinan? Atau malah kita biarkan dia terbang bebas
bergerak kesana kemari mencari dimana senyawa orang ketiga itu berada?