EPISODE
DUA
Gugusan
Bintang
Belasan tahun yang lalu, kita pernah
berdiskusi tentang rasi bintang di langit. Rasi bintang yang dapat menjadi
petunjuk arah bagi manusia. Saat itu engkau mengatakan rasi bintang Beruang
Besar adalah kesukaanmu. Sebab dia terdiri dari 7 buah bintang. “Aku sangat
mengingatnya sebagai petunjuk arah Utara”, saat kau menjelaskannya dengan
bersemangat. Aku yang mendengarnya hanya dapat tersenyum. Sebab malam itu
bukanlah rasi bintang dan segala keindahan benda langit yang menjadikan malam
ini terasa indah. Tetapi kehadiranmu disisiku menemani perjalanan malam dengan
berboncengan-lah yang membuat malam ini terasa istimewa.
Kupikir ini adalah satu malam yang
memang telah Tuhan ciptakan untuk kita. Tapi aku salah. Sang Maha Pemurah telah
memberikan kasih-Nya melebihi apa yang kubayangkan. Malam-malam berikutnya
ternyata tetap diberikan-Nya untuk kita. Betapa Maha Pemurah dan Maha
Pengasihnya sang Maha Pencipta alam semesta ini. Dia berikan keindahan malam
untuk kita berdua, sampai kita putuskan cukup untuk mengakhiri malam. Symphoni
indah saat berpadunya suara derum motor, angin yang tersibak laju motor dan
celoteh riangmu di sepanjang perjalanan. Ahh... seandainya itu sesuatu yang
bisa kukecap dengan indera pengecapku, pastilah aku akan mengatakan itu nikmat.
Disaat itulah aku mensyukuri betapa luas nikmat yang telah diberikan oleh sang
Maha Pemberi Nikmat kepadaku. Debar hati yang iramanya merdu, detak jantung
yang ketukannya sangat teratur dan tepat, putaran syaraf di dalam otak kecilku
yang efektif, seakan menjadi bukti keindahan hadirmu adalah kesempurnaan.
Iya kamu Sayang. Orang pertama yang telah mengenalkanku akan indahnya dunia.
Siang dan malam terasa cepat berlalu. Canda tawamu, cibiran sinismu dan kata
manjamu padaku, seakan menjadi kekuatanku untuk melalui hari demi hari. Persis
layaknya gugusan bintang di langit. Tak pernah bertanya dan mempertanyakan arti
hadirnya diantara keindahan benda langit yang bersanding bersamanya di tiap
malam. Hanya memberi dan memberi. Sama sepertimu. Hanya memberi dan memberi.
Maka jika ada yang bertanya,
“Siapakah kamu bagiku?” Aku sering menjawabnya bahwa engkaulah matahariku.
Sebab hadirmu bagaikan matahari, yang dengan terbitnya maka akan menggantikan
keindahan malam yang begitu memukau dengan satu keindahan sinar yang membawa
manfaat. Kadang terdengar klise dan
norak. Tapi itulah kenyataan.
Bersyukur akan hadirnya dirimu
menemaniku, merupakan anugerah yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Saat
itu, dimana ada aku pasti ada kamu. Kamu pernah berkata, “Seandainya sehari itu
25 jam, maka selama itulah aku ingin bersamamu” katamu saat itu. Aku yang
mendengarnya hanya bisa tertawa.
Setiap hari, selalu saja ada canda
dan tawamu menemaniku. Di siang hari, selalu penuh kejutan. Entah betapa serunya
perdebatan kita saat memutuskan untuk memilih tempat makan, hahahaha…. Kisah
yang masih sering kita ingat hingga detik ini. Keseruannya, kelucuannya dan
kenangannya. Ya Sayang, kamu selalu
membuat kejutan memilih tempat dan menu makan siang kita. Banyak cerita yang
rasanya tertunda hanya untuk dapat dibagi saat makan siang. Mulai dari cerita
di larut malam kemarin, hingga di awal pagi itu. Semuanya mengalir tanpa ada
alur. Seperti gelombang radio yang tahu, dimana setiap pendengarnya akan
menikmati.
Semua kenangan yang terjadi saat
itu, takkan pernah kulupa. Biarkan itu menjadi satu diantara jalan kehidupan
yang pernah kulewati. Jalan kehidupan yang penuh dengan kisah indah bertabur
bunga. Bukankah setiap orang yang ingin mencapai tujuan juga harus melewati
sebuah kisah? Tapi kisah yang satu ini aku pun tak tahu akan seperti apa
ceritanya. Apakah penuh suka, canda dan tawa? Ataukah malah penuh dengan duka,
sendu dan derita?
Karena gugus bintang pun tak pernah
tahu, bagaimana kisah perjalanan setiap orang yang berpedoman padanya. Hanya
Sang Maha Penentu Kisah lah yang mampu menentukan setiap kisah. Sama seperti
aku sekarang, Sayang. Berusaha
tersadar dan ingin tetap terjaga, agar aku bisa merasa tenang, bahwa hanya Dia
yang mampu memberikan seluruh kebahagiaan dan jawaban dari semua permasalahan
yang kini sedang kuhadapi. Biarkan untuk sesaat, aku merasakan kenikmatan
pelukan-Nya di hatiku. Biarkan kehangatan kasih sayang-Nya mengalir dan
memberikan imun ekstra untuk jiwa dan ragaku yang kini lemas tak berdaya.
Biarlah kali ini aku yang menyapa-Nya dalam diam tangisku dan sedihku yang
tertahan, yang tidak ada seorangpun tahu. Biarlah seperti itu.
Aku butuh tempat untuk menceritakan
semua keceriaanku. Aku butuh ruang untuk berbagi semua keluh kesahku. Aku ingin
seperti gugus bintang. Yang bisa memberi manfaat bagi mahluk hidup lain. Tanpa
pernah berharap balasan kebaikan dan ucapan terimakasih. Hanya cukup pasrah
pada takdir dari sang Maha Pencipta yang telah memberikan takdir untukku hidup
di muka bumi ini. Tingkat kepasrahan dan ketaatan yang tulus tanpa ragu, bahwa
hanya Tuhan tempat kita berbagi ceria, suka, duka, keluh dan kesah. Karena aku
yakin, hanya Dia yang mampu memberikan jawaban pasti dalam bentuk imajiner yang
tidak bisa kita bayangkan bentuk dan rupanya.
“Ciumanmu seperti awan, begitu lembut di pipiku.
Dan meskipun saya tidak pernah mengatakan itu dan menunjukkannya dengan cara
apapun, aku mencintaimu sampai hari ini.”
-Ciuman
mu! (Dakota)-
No comments:
Post a Comment