0 Viewers

Friday 2 August 2019

Ini aku...

EPISODE DUA
Gugusan Bintang

            Belasan tahun yang lalu, kita pernah berdiskusi tentang rasi bintang di langit. Rasi bintang yang dapat menjadi petunjuk arah bagi manusia. Saat itu engkau mengatakan rasi bintang Beruang Besar adalah kesukaanmu. Sebab dia terdiri dari 7 buah bintang. “Aku sangat mengingatnya sebagai petunjuk arah Utara”, saat kau menjelaskannya dengan bersemangat. Aku yang mendengarnya hanya dapat tersenyum. Sebab malam itu bukanlah rasi bintang dan segala keindahan benda langit yang menjadikan malam ini terasa indah. Tetapi kehadiranmu disisiku menemani perjalanan malam dengan berboncengan-lah yang membuat malam ini terasa istimewa.
            Kupikir ini adalah satu malam yang memang telah Tuhan ciptakan untuk kita. Tapi aku salah. Sang Maha Pemurah telah memberikan kasih-Nya melebihi apa yang kubayangkan. Malam-malam berikutnya ternyata tetap diberikan-Nya untuk kita. Betapa Maha Pemurah dan Maha Pengasihnya sang Maha Pencipta alam semesta ini. Dia berikan keindahan malam untuk kita berdua, sampai kita putuskan cukup untuk mengakhiri malam. Symphoni indah saat berpadunya suara derum motor, angin yang tersibak laju motor dan celoteh riangmu di sepanjang perjalanan. Ahh... seandainya itu sesuatu yang bisa kukecap dengan indera pengecapku, pastilah aku akan mengatakan itu nikmat. Disaat itulah aku mensyukuri betapa luas nikmat yang telah diberikan oleh sang Maha Pemberi Nikmat kepadaku. Debar hati yang iramanya merdu, detak jantung yang ketukannya sangat teratur dan tepat, putaran syaraf di dalam otak kecilku yang efektif, seakan menjadi bukti keindahan hadirmu adalah kesempurnaan.
            Iya kamu Sayang. Orang pertama yang telah mengenalkanku akan indahnya dunia. Siang dan malam terasa cepat berlalu. Canda tawamu, cibiran sinismu dan kata manjamu padaku, seakan menjadi kekuatanku untuk melalui hari demi hari. Persis layaknya gugusan bintang di langit. Tak pernah bertanya dan mempertanyakan arti hadirnya diantara keindahan benda langit yang bersanding bersamanya di tiap malam. Hanya memberi dan memberi. Sama sepertimu. Hanya memberi dan memberi.
            Maka jika ada yang bertanya, “Siapakah kamu bagiku?” Aku sering menjawabnya bahwa engkaulah matahariku. Sebab hadirmu bagaikan matahari, yang dengan terbitnya maka akan menggantikan keindahan malam yang begitu memukau dengan satu keindahan sinar yang membawa manfaat. Kadang terdengar klise dan norak. Tapi itulah kenyataan.
            Bersyukur akan hadirnya dirimu menemaniku, merupakan anugerah yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Saat itu, dimana ada aku pasti ada kamu. Kamu pernah berkata, “Seandainya sehari itu 25 jam, maka selama itulah aku ingin bersamamu” katamu saat itu. Aku yang mendengarnya hanya bisa tertawa.
            Setiap hari, selalu saja ada canda dan tawamu menemaniku. Di siang hari, selalu penuh kejutan. Entah betapa serunya perdebatan kita saat memutuskan untuk memilih tempat makan, hahahaha…. Kisah yang masih sering kita ingat hingga detik ini. Keseruannya, kelucuannya dan kenangannya. Ya Sayang, kamu selalu membuat kejutan memilih tempat dan menu makan siang kita. Banyak cerita yang rasanya tertunda hanya untuk dapat dibagi saat makan siang. Mulai dari cerita di larut malam kemarin, hingga di awal pagi itu. Semuanya mengalir tanpa ada alur. Seperti gelombang radio yang tahu, dimana setiap pendengarnya akan menikmati.
            Semua kenangan yang terjadi saat itu, takkan pernah kulupa. Biarkan itu menjadi satu diantara jalan kehidupan yang pernah kulewati. Jalan kehidupan yang penuh dengan kisah indah bertabur bunga. Bukankah setiap orang yang ingin mencapai tujuan juga harus melewati sebuah kisah? Tapi kisah yang satu ini aku pun tak tahu akan seperti apa ceritanya. Apakah penuh suka, canda dan tawa? Ataukah malah penuh dengan duka, sendu dan derita?
            Karena gugus bintang pun tak pernah tahu, bagaimana kisah perjalanan setiap orang yang berpedoman padanya. Hanya Sang Maha Penentu Kisah lah yang mampu menentukan setiap kisah. Sama seperti aku sekarang, Sayang. Berusaha tersadar dan ingin tetap terjaga, agar aku bisa merasa tenang, bahwa hanya Dia yang mampu memberikan seluruh kebahagiaan dan jawaban dari semua permasalahan yang kini sedang kuhadapi. Biarkan untuk sesaat, aku merasakan kenikmatan pelukan-Nya di hatiku. Biarkan kehangatan kasih sayang-Nya mengalir dan memberikan imun ekstra untuk jiwa dan ragaku yang kini lemas tak berdaya. Biarlah kali ini aku yang menyapa-Nya dalam diam tangisku dan sedihku yang tertahan, yang tidak ada seorangpun tahu. Biarlah seperti itu.
            Aku butuh tempat untuk menceritakan semua keceriaanku. Aku butuh ruang untuk berbagi semua keluh kesahku. Aku ingin seperti gugus bintang. Yang bisa memberi manfaat bagi mahluk hidup lain. Tanpa pernah berharap balasan kebaikan dan ucapan terimakasih. Hanya cukup pasrah pada takdir dari sang Maha Pencipta yang telah memberikan takdir untukku hidup di muka bumi ini. Tingkat kepasrahan dan ketaatan yang tulus tanpa ragu, bahwa hanya Tuhan tempat kita berbagi ceria, suka, duka, keluh dan kesah. Karena aku yakin, hanya Dia yang mampu memberikan jawaban pasti dalam bentuk imajiner yang tidak bisa kita bayangkan bentuk dan rupanya.

“Ciumanmu seperti awan, begitu lembut di pipiku. Dan meskipun saya tidak pernah mengatakan itu dan menunjukkannya dengan cara apapun, aku mencintaimu sampai hari ini.”
-Ciuman mu! (Dakota)-

No comments:

Post a Comment