0 Viewers

Thursday 1 August 2019

Ingatanku

EPISODE SATU
Sedetik dan Sepersekian detik

Langit kembali cerah. Hujan selama 3 jam sejak pagi sudah cukup membuatku tersadar, bahwa aku masih berada dalam kesadaran kenyataan. Bau tanah sehabis hujan menyeruak masuk menembus indera penciumanku. Seakan menyadarkanku dari lamunan, bahwa tepat 15 bulan yang lalu, tepatnya 10 Maret 2018 pertama kalinya aku merasakan ruang khayal dalam jagat berpikir sadarku. Sebuah ruang yang kini telah menjadi tempat lahirnya segala macam suka dan duka, yang semakin mengaburkan pandanganku akan perbedaan kenyataan dan khayalan. Aku memang pernah berpikir, jika seandainya aku pernah menemukan kenyataan dan sanggup untuk melaluinya walaupun hanya sedetik, maka pasti diantara sedetik kenyataan itu akan ada sepersekian detik khayal yang menemani.
Iya Sayang, sepersekian detik itu adalah kamu. Yang selama ini telah mengisi setiap pola keteraturan hidupku, menjadi segaris jalan kehidupan yang belum pernah aku bayangkan sebelumnya. Ya…kehadiranmu telah memicu sebuah perjalanan waktu menembus dimensi waktu imajiner yang aku tak tahu kapan akan berakhir. Sebab perjalanan waktu ini, berbeda dengan perjalanan waktu yang ada di televisi. Dimana saat kita memasuki dimensi waktu yang berbeda, maka kita akan kembali lagi di kenyataan sesaat sebelum kita berada dalam dimensi waktu tersebut. Perjalanan yang sepertinya masuk akal, mudah dan menyenangkan.
            Tapi ini berbeda. Dimensi waktu imajiner yang kumasuki, tidak memiliki pola keteraturan sebagaimana mestinya. Dia membuatku bingung untuk menentukan awal dan akhir perjalanan yang akan kutempuh. Terkadang aku terlempar sedetik saja ke masa depan yang menyenangkan dan terlempar sepersekian detik kembali ke masa lalu yang muram. Pernah juga dimensi ini melemparkanku jauh pada waktu yang tidak bisa aku definisikan, apakah ini masa depan atau masa lalu. Karena sepersekian detik sangatlah cepat bagi otak kecilku untuk menerjemahkan alur perjalanan waktu yang kulewati.
            Kehadiranmu telah memicu sel otakku untuk bekerja lebih cepat. Memaksa sel syarafku untuk dapat menerjemahkan setiap kode unik darimu. Kode wajahmu, kode tubuhmu, kode aromamu...bahkan kode bayanganmu. Aku yang pernah belajar apa itu kode analog dan digital, hanya dapat memahaminya, bahwa kode yang kau kirimkan adalah sebagai kode digital. Dia hanya akan bernilai “1” atau “0”. “1” akan berati iya dan “0” akan berarti tidak. Sesederhana itu. Walaupun sederhana, tapi jika segudang kode unik yang kau kirimkan muncul bersamaan, maka sulit bagiku untuk menangkapnya dan harus bagaimana menerjemahkannya. Kode digital inilah yang telah memicu munculnya dimensi waktu imajiner dalam diriku. Aku tidak pernah membayangkan sebelumnya jika dimensi waktu imajiner ini, tersusun dari kode digital unik dirimu.
            Aku kini terpaksa berada di dalam perjalanan waktu menempuh dimensi waktu imajiner ini sendiri. Iya...tidak ada lagi dirimu yang menemaniku. Bukannya sudah kukatakan, kalau setahun lalu semuanya ini bermula? Pada awalnya aku merasa kalut, saat menyadarinya. Tidak mudah bagi seorang lelaki kecil sepertiku menyadari beda ruang khayal dan nyata yang disodorkan di hadapanku, layaknya kumpulan oksigen yang harus kuhirup dalam-dalam, daripada aku sesak karena menolaknya. Kalut.... mungkin saja, sedih…. jelas. Sedetik menempuh perjalanan waktu ini bagaikan sedetik yang terhenti seribu tahun. Lama sekali rasanya. Seakan lonjakan energiku dan kemampuanku menahan beban tengah dipertaruhkan. Mana yang mampu bertahan? Apakah lonjakan energiku ataukah bebanku? Aku tidak bisa menjawab pasti. Sebab perjalanan waktu yang kulewati adalah menembus dimensi waktu imajiner yang berada di antara ruang khayal dan nyata.
            Aku pernah bertanya pada diriku sendiri, apa yang akan kulakukan jika aku mendapatkan sedetik waktu bersamamu kembali, untuk bersama-sama menempuh dimensi waktu imajiner ini? Apakah aku akan bersyukur? Menyesal? Atau aku malah mengutuknya? Aku belum bisa menjawabnya, sebab aku membutuhkan sepersekian detik lagi untuk melengkapi sedetik waktu bersamamu. Sepersekian detik waktu yang mungkin dapat merubah semua pola keteraturan yang panjang dan berkelanjutan dalam hidupku. Bukankan sedetik itu muncul dari hadirnya sepersekian detik yang dermawan? Ataukah muncul dari keterpaksaan sepersekian detik untuk melengkapi takdirnya menjadi sedetik? Ahh...sepertinya akan sia-sia saja jika mempersalahkan eksistensi sedetik dan sepersekian detik di dunia ini. Karena kemampuan otak kecilku pun tak akan sanggup memahami sang Maha Pencipta Sedetik dan Sepersekian Detik Yang Maha Agung. Yang mampu mengetahui dan mendengar apa saja yang manusia tidak dapat mengetahuinya.
            Maaf Sayang, hanya sekedar agar engkau tahu saja, aku kini sudah berada di dalam perjalanan waktu menembus dimensi waktu imajiner ini. Aku berusaha menerjemahkan setiap kode unik darimu, mengolahnya dalam otak kecilku yang luar biasa efektif. Semakin jauh aku menempuhnya, semakin kurasakan jika kesadaranku semakin kabur. Seiring menghilangnya senyumanmu dan tatapanmu. Sedetik demi sedetik aku mencoba bertahan menembus dimensi waktu imajiner ini, semakin memberikan tanda yang jelas, bahwa aku semakin tidak kuasa untuk berfikir, dimana aku berpijak, dimana aku berada dan dimana aku sekarang? Sebab dimensi waktu imajiner ini, semakin membuatku mempertanyakan kembali...cintakah aku padamu Sayang? Ataukah hanya karena kuatku mencintaimu yang jadi alasan? Ahh...tolong bantu aku Sayang... Berikan saja sepersekian detikmu untukku, agar aku dapat membawanya, menerjemahkannya dan merangkainya dalam menjawab kode unik darimu di dalam perjalananku melewati dimensi waktu imajiner ini.
            Entah sudah ratusan detik keberapa, kali ini aku menyadari jagat berpikir sadarku kembali….dengan lonjakan memori dan beban yang sama? Hingga aku kembali berusaha untuk menakar kadar kenyataan dan khayalan diantara kita... lagi… Tak ubahnya seperti dua tetes air dan minyak yang merasa ingin menunjukkan eksistensi keberadaan, siapa yang paling bermanfaat… Terkesan klise dan norak..
            Iya, tapi saat aku mulai menyadarinya, aku sudah terlanjur berada di dalam rangkaian kejadian panjang dan teratur, yang ternyata berbeda pemahaman dan tujuan diantara kita. Entahlah...atau otak kecilku kini sudah mulai tidak berdaya dan rapuh, di dalam menerjemahkan kode unik dirimu?

“Dan kini, setelah baju zirahnya dibersihkan, bagian kepalanya diperbaiki jadi sebuah topi baja, kuda dan dirinya sendiri punya nama baru, ia berpikir tak ada lagi yang ia inginkan kecuali seorang nyonya, pada siapa ia anugerahkan kekaisaran hatinya, sebab ia sadar bahwa seorang ksatria tanpa seorang istri adalah sebatang pohon tanpa buah dan daun, dan sebongkah tubuh tanpa jiwa.”
-Miguel de Cervantes Saavedra (Don Quixote)-       

1 comment:

  1. Setelah membaca blog ini, terlihat bahwa penulis menceritakan pengalaman pribadinya, yang dibalut dengan kiasan tokoh dan peristiwa. Rasanya mengingatkanku saat kecewa dalam sebuah jalinan, yang masih kuingat sampai detik ini..

    ReplyDelete