GEMA TUJUH
Batu
Ada kalanya aku merasa seperti
sebuah batu. Besar, berat, hitam dan kasar, teronggok di pinggir jalan diantara
rumput dan pematang sawah, diacuhkan. Tidak ada orang lain yang mempedulikanku.
Berdebu dan kotor. Terkadang diludahi. Terkadang dijadikan tempat duduk.
Terkadang dicemooh karena mengganggu dan mengotori pemandangan di sekitarnya.
Tak jarang orang lain dan dirimu menendangku dan mengotoriku. Bukan karena aku
batu. Tapi karena bentuk dan keberadaanku yang tidak diinginkan.
Seperti itulah makna kehadiranku di
sisimu sekarang. Aku merasa tidak berarti. Sangat tidak berarti. Setiap
kesalahan dan ketidak beraturan pada dirimu, pasti aku lah penyebabnya.
“Tidak peka.” “Kurang perhatian.”
Dan masih banyak lagi ungkapan menyakitkan itu keluar dari ucapanmu. Aku bukan
tidak peka dan kurang perhatian. Aku juga tidak buta, tuli dan acuh. Aku masih
berusaha memahami kehadiranku di sisimu saat ini. Aku masih meraba-raba arti
diriku dalam garis perjalanan hidupmu.
Engkau yang sekarang ada di
hadapanku, adalah orang baru bagiku. Bukan engkau yang dua puluh tahun lalu
kukenal. Keadaan inilah yang membuatku menjadi kikuk saat menghadapimu. Aku
takut jika ucapanku menyakiti hatimu. Aku khawatir sikapku akan membuatmu
merasa di acuhkan. Dan aku juga belum berani melangkahkan kakiku untuk maju
sebagai pelindungmu.
Jika maaf dapat menghapus setiap
salah dan kikuk ku padamu, mungkin semua akan baik-baik saja. Tapi tidak. Bukan
maaf yang engkau butuhkan. Sesuatu atau mungkin seseorang yang dapat memahamimu.
Entah. Mungkin waktu dua tahun masih belum cukup untukku memahami setiap lekuk
sikap dan intonasi ucapanmu. Salah menafsirkan setiap pertanda darimu, bagaikan
perjuanganku menghindari desing peluru di medan perang. Begitu melelahkan dan
penuh tantangan. Nyawa adalah taruhannya. Begitu rumit.
Jika engkau melihatku sebodoh itu,
mungkin aku memang sebodoh itu Sayang. Atau engkau melihatku acuh dan
tidak peka terhadapmu, mungkin aku memang seperti itu.
Aku sekarang paham, mengapa perasaan
bahwa aku adalah batu, ada dalam diriku. Dengan segudang keburukan yang ada
padaku, aku hanya terlihat olehmu memiliki dua kelebihan. Besar dan berat. Ya,
aku adalah batu yang besar dan berat. Tidak semua orang suka melihatku berada
di pinggir jalan, termasuk dirimu Sayang. Jika bisa engkau singkirkan,
mungkin aku sudah engkau singkirkan. Tapi karena aku begitu besar dan berat,
maka engkau memilih mengacuhkan saja keberadaanku. Toh aku juga tidak bisa
kemana-mana.
Aku juga ciptaan Tuhan. 20 November
2019, aku adalah batu, yang besar, berat, hitam dan kasar.
"Kata-kata
lembut yang kita katakan kepada pasangan kita tersimpan di suatu tempat rahasia
di surga. Pada suatu hari, mereka akan berjatuhan bagaikan hujan, lalu
tersebar, dan misteri cinta kita akan tumbuh bersemi di segala penjuru dunia.”
-(Jalaluddin
Rumi)-